Pada masa jahiliah, kekerasan sering terjadi pada perempuan.
Perempuan hanya menjadi budak nafsu
pria, tidak mendapatkan hak apa-apa dari suami maupun orang tua. Bahkan banyak
diantara mereka manjdi piala bergilir sahwat binatang lakii-laki demi
mendapatkan sesuap nasi. Sejak islam lahir al-Quran mengharamkan kebiasaan itu
dan mengajurkan memperlakukan perempuan secara mulia dengan memberi hak-haknya,
bukan hanya dai aspek kualitas namun juga dari aspek kuantitas.
Kekerasan atau pemaksaan sangat sering dialami perempuan, baik
dalam perkawinan monogamy maupun dalam perkawinan poligami. Karena itu, islam
dengan tegas memperingatkan bahwa pelaku poligami lebih cenderung untuk berbuat tidak adil.
Al-Quran melarang berbuat kekerasan terhadap perempuan bukan hanya
kepada perempuan yang telah dewasa atau orang tua, namun juga terhadap anak-anak
yang belum tahu apa-apa.
Bagaimana usaha yang dilakukan mewujudkan keadilan gender? Keadilan
dan kesetaraan gender dapat dipenuhi jika undang-undang dan hukum menjamin.
Problem sekarang adalah tidak adanya jaminan dari negara untuk memperoleh
kebebasan setiap insan tumbuh secara maksmal. Relasi gender tidak semata lahir
dari kesadaran individu, tetapi juga bergantung pada faktor ekonomi, sosial dan
lingkungan yang sehat dan dinamis. Gender di era global berkaitan dengan
kesadaran, tanggung jawab laki-laki, pemberdayaan perempuan, hak-hak perempuan
termasuk hak reproduksi. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menghubungkan
semua konsep gender untuk tujuan kesehatan dan kesejahteraan bersama. Pendirian
gender perlu diterjemahkan dalam aksi nyata berupa gerakan pembebasan yang
bertanggung jawab. Mendorong laki-laki dan perempuan untuk merubah tradisi
pencerahan, yaitu sikap yang didasarkan pada akal, alam, manusia, agar
diperoleh persamaan, kebebasan dan kemajuan bersama, tanpa membedakan jenis
kelamin.
Usaha untuk menghentikan bias gender terhadap seluruh aspek kehidupan antara lain dengan cara pemenuhan kebutuhan praktis gender (pratical gender needs). Kebutuhan ini bersifat jangka pendek dan mudah dikenali hasilnya. Namun usaha untuk melakukan pembongkaran bias gender harus dilakukan mulai dari rumah tangga dan pribadi masing-masing hingga sampai pada kebijakan pemerintah dan negara, tafsir agama bahkan epistimologi ilmu pengetahuan. Untuk itu berbagai aksi untuk menjawab tantangan strategis seperti melakukan kampanye, pendidikan kritis, advokasi untuk merubah kebijakan, tafsir ulang terhadap wacana keagamaan serta memberi ruang epistimologi perspektif feminis untuk memberikan makna terhadap realitas dunia perlu dlakukan Menjauh dari sikap pesimisme, maka dalam bidang pendidikan, hal berikut ini dapat dilakukan :
Usaha untuk menghentikan bias gender terhadap seluruh aspek kehidupan antara lain dengan cara pemenuhan kebutuhan praktis gender (pratical gender needs). Kebutuhan ini bersifat jangka pendek dan mudah dikenali hasilnya. Namun usaha untuk melakukan pembongkaran bias gender harus dilakukan mulai dari rumah tangga dan pribadi masing-masing hingga sampai pada kebijakan pemerintah dan negara, tafsir agama bahkan epistimologi ilmu pengetahuan. Untuk itu berbagai aksi untuk menjawab tantangan strategis seperti melakukan kampanye, pendidikan kritis, advokasi untuk merubah kebijakan, tafsir ulang terhadap wacana keagamaan serta memberi ruang epistimologi perspektif feminis untuk memberikan makna terhadap realitas dunia perlu dlakukan Menjauh dari sikap pesimisme, maka dalam bidang pendidikan, hal berikut ini dapat dilakukan :
1. Meningkatkan
Partisipasi Pendidikan, dengan
meningkatkan akses dan daya tampung pendidikan, menurunkan angka putus sekolah
siswa perempuan dan meningkatkan angka melanjutkan lulusan dengan memberikan
perhatian khusus pada anak-anak dari lingkungan sosial ekonomi lemah dan
anak-anak yang tinggal di daerah tertinggal. Upaya tersebut perlu didukung c!eh
pelayananpelayanan terintegrasi untiik menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab
serta membantu keluarga yang kurang mampu dalam memberikan pendidikan kepada
anak-anaknya. Berbagai upaya yang akan diiakukan dalam rangka menghapus
kesenjangan gender perlu disesuaikan dengan situasi dan permasalahan masing-masing
daerah atau wilayah dan dikoordinasikan bersama oleh seluruh stakeholder.
2. Meningkatkan
kesadaran umum dan relevansi pendidikan melalui
antara lain penyempurnaan kurikulum dan memperbaiki materi ajar yang lebih
sensitive gender, peningkatan kualitas tenaga pendidik sehingga memiliki
pemahaman yang memadai mengenai masalah gender dan bersikap sensitif gender dan
menerapkannya dalam proses belajar mengajar.
3. Mengembangkan
manajemen pendidikan sehingga responsif gender melalui antara lain pelaksanaan berbagai analisis kebijakan dan
peraturan perundangan yang masih bias gender; penimusan dan penetapan kebijakan
dan peraturan perundang-undangan pendidikan yang berwawasan gender; peningkatan
kapasitas institusi pengelola pendidikan sehingga memiliki kemampuan merencanakan,
menyusun kebijakan, strategi dan program pendidikan berwawasan gender secara
efektif dan efisien; serta pengembangan pusat-pusat studi wanita dan penguatan
pusat-pusat studi lainnya sebagai mitra pemerintah pusat dan daerah dalam
pembangunan pendidikan berwawasan gender.
Tiga hal tersebut dapat dilaksanakan melalui lima strategi utama
yaitu:
a.
penyediaan
akses pendidikan yang bermutu terutama pendidikan dasar secara merata bagi anak
laki-laki dan perempuan baik melalui pendidikan persekolahan maupun pendidikan
luar sekolah;
b. penyediaan
akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk usia dewasa yang tidak dapat
mengikuti pendidikan persekolahan;
c. peningkatan
penyediaan pelayanan pendidikan keaksaraan bagi penduduk dewasa terutama
perempuan
d. peningkatan
koordinasi, informasi dan edukasi dalam rangka mengurusutamakan pendidikan
berwawasan gender; dan
e. pengembangan
kelembagaan institusi pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai
pendidikan berwawasan gender.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar