Sabtu, 02 Juli 2016

Bagaimana Mereduksi Kekerasan Pada Perempuan






Pada masa jahiliah, kekerasan sering terjadi pada perempuan. Perempuan hanya menjadi budak  nafsu pria, tidak mendapatkan hak apa-apa dari suami maupun orang tua. Bahkan banyak diantara mereka manjdi piala bergilir sahwat binatang lakii-laki demi mendapatkan sesuap nasi. Sejak islam lahir al-Quran mengharamkan kebiasaan itu dan mengajurkan memperlakukan perempuan secara mulia dengan memberi hak-haknya, bukan hanya dai aspek kualitas namun juga dari aspek kuantitas.
Kekerasan atau pemaksaan sangat sering dialami perempuan, baik dalam perkawinan monogamy maupun dalam perkawinan poligami. Karena itu, islam dengan tegas memperingatkan bahwa pelaku poligami lebih cenderung  untuk berbuat tidak adil.
Al-Quran melarang berbuat kekerasan terhadap perempuan bukan hanya kepada perempuan yang telah dewasa atau orang tua, namun juga terhadap anak-anak yang belum tahu apa-apa. 


Bagaimana usaha yang dilakukan mewujudkan keadilan gender? Keadilan dan kesetaraan gender dapat dipenuhi jika undang-undang dan hukum menjamin. Problem sekarang adalah tidak adanya jaminan dari negara untuk memperoleh kebebasan setiap insan tumbuh secara maksmal. Relasi gender tidak semata lahir dari kesadaran individu, tetapi juga bergantung pada faktor ekonomi, sosial dan lingkungan yang sehat dan dinamis. Gender di era global berkaitan dengan kesadaran, tanggung jawab laki-laki, pemberdayaan perempuan, hak-hak perempuan termasuk hak reproduksi. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menghubungkan semua konsep gender untuk tujuan kesehatan dan kesejahteraan bersama. Pendirian gender perlu diterjemahkan dalam aksi nyata berupa gerakan pembebasan yang bertanggung jawab. Mendorong laki-laki dan perempuan untuk merubah tradisi pencerahan, yaitu sikap yang didasarkan pada akal, alam, manusia, agar diperoleh persamaan, kebebasan dan kemajuan bersama, tanpa membedakan jenis kelamin. 


Usaha untuk menghentikan bias gender terhadap seluruh aspek kehidupan antara lain dengan cara pemenuhan kebutuhan praktis gender (pratical gender needs). Kebutuhan ini bersifat jangka pendek dan mudah dikenali hasilnya. Namun usaha untuk melakukan pembongkaran bias gender harus dilakukan mulai dari rumah tangga dan pribadi masing-masing hingga sampai pada kebijakan pemerintah dan negara, tafsir agama bahkan epistimologi ilmu pengetahuan. Untuk itu berbagai aksi untuk menjawab tantangan strategis seperti melakukan kampanye, pendidikan kritis, advokasi untuk merubah kebijakan, tafsir ulang terhadap wacana keagamaan serta memberi ruang epistimologi perspektif feminis untuk memberikan makna terhadap realitas dunia perlu dlakukan Menjauh dari sikap pesimisme, maka dalam bidang pendidikan, hal berikut ini dapat dilakukan :

1.   Meningkatkan Partisipasi Pendidikan, dengan meningkatkan akses dan daya tampung pendidikan, menurunkan angka putus sekolah siswa perempuan dan meningkatkan angka melanjutkan lulusan dengan memberikan perhatian khusus pada anak-anak dari lingkungan sosial ekonomi lemah dan anak-anak yang tinggal di daerah tertinggal. Upaya tersebut perlu didukung c!eh pelayananpelayanan terintegrasi untiik menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab serta membantu keluarga yang kurang mampu dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Berbagai upaya yang akan diiakukan dalam rangka menghapus kesenjangan gender perlu disesuaikan dengan situasi dan permasalahan masing-masing daerah atau wilayah dan dikoordinasikan bersama oleh seluruh stakeholder.

2. Meningkatkan kesadaran umum dan relevansi pendidikan melalui antara lain penyempurnaan kurikulum dan memperbaiki materi ajar yang lebih sensitive gender, peningkatan kualitas tenaga pendidik sehingga memiliki pemahaman yang memadai mengenai masalah gender dan bersikap sensitif gender dan menerapkannya dalam proses belajar mengajar.

3.    Mengembangkan manajemen pendidikan sehingga responsif gender melalui antara lain pelaksanaan berbagai analisis kebijakan dan peraturan perundangan yang masih bias gender; penimusan dan penetapan kebijakan dan peraturan perundang-undangan pendidikan yang berwawasan gender; peningkatan kapasitas institusi pengelola pendidikan sehingga memiliki kemampuan merencanakan, menyusun kebijakan, strategi dan program pendidikan berwawasan gender secara efektif dan efisien; serta pengembangan pusat-pusat studi wanita dan penguatan pusat-pusat studi lainnya sebagai mitra pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan pendidikan berwawasan gender. 


Tiga hal tersebut dapat dilaksanakan melalui lima strategi utama yaitu:

a.       penyediaan akses pendidikan yang bermutu terutama pendidikan dasar secara merata bagi anak laki-laki dan perempuan baik melalui pendidikan persekolahan maupun pendidikan luar sekolah;

b.  penyediaan akses pendidikan kesetaraan bagi penduduk usia dewasa yang tidak dapat mengikuti pendidikan persekolahan;

c.    peningkatan penyediaan pelayanan pendidikan keaksaraan bagi penduduk dewasa terutama perempuan

d. peningkatan koordinasi, informasi dan edukasi dalam rangka mengurusutamakan pendidikan berwawasan gender; dan

e.  pengembangan kelembagaan institusi pendidikan baik di tingkat pusat maupun daerah mengenai pendidikan berwawasan gender.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar