Sabtu, 23 Juli 2016

Kemiskinan di Negara Kaya, Mengapa?






Apa yang tidak dimiliki oleh Indonesia?. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia. Indonesia memiliki kekayaan alam berupa minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km. 


Tetapi semua kekayaan alam indonesia yang melimpah ruah dikelola oleh perusahaan-perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan tersebut menguasai sumber-sumber kekayaan alam potensial seperti emas, nikel, gas, dan minyak bumi.


Indonesia adalah penghasil gas alam cair (LNG) terbesar di dunia (20% dari suplai seluruh dunia) juga produsen timah terbesar kedua. Indonesia menempati peringkat pertama dalam produk pertanian, yaitu: cengkeh (cloves) dan pala (nutmeg), serta peringkat dua dalam karet alam (Natural Rubber) dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil).


Dari begitu banyak sumber daya alam yang dimiliki Indonesia, Masyarakat Indonesia hanyalah sebagai buruh di tempat-tempat tambang tersebut. Padahal kekayaan tersebut adalah milik Indonesia. Tetapi masyarakat Indonesia tidak bisa merasakan kekayaan tersebut. Kemiskinan masih menjadi potret buram di negeri kita. Jumlah penduduk miskin Indonesia hingga Maret 2011 berdasarkan informasi Badan Pusat Statistik tercatat sebanyak 30,02 juta orang atau 12,49 persen dari total penduduk.


Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan tapi juga di kota-kota besar seperti di Jakarta. Kemiskinan juga tidak semata-mata persoalan ekonomi melainkan kemiskinan kultural dan struktural.


Karena tidak bisa mengelola sumberdaya alamnya sendiri, maka masyarakat Indonesia hanya bisa menjadi buruh di perusahaan-perusaahaan asing tersebut. Menyedihkan…. Masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang miskin di Negara yang kaya.



Indonesia pernah punya cita-cita besar

Memang, sejarah dunia sudah memberitahukan kepada kita, bahwa tidak ada bangsa yang lekas menjadi sempurna, menjadi bangsa besar, tanpa melalui suatu fase perjuangan yang hebat. Jepang, sebuah negara ekonomi kapitalis yang maju, dihasilkan oleh perjuangan yang maha hebat. Demikian pula dengan bangsa-bangsa besar lainnya, seperti AS, Tiongkok, dan Rusia.


Indonesia pernah punya cita-cita besar, bukan saja untuk kemakmuran bangsa Indoenesia sendiri, tetapi kemakmuran seluruh umat manusia di dunia, yaitu penghapusan penghisapan manusia atas manusia (exploitation de I’homme par I’homme) dan penindasan bangsa atas bangsa (exploitation de nation par nation).


Sayang sekali, setelah Presiden Soekarno, seolah-olah cita-cita bangsa besar itupun hilang dari cita-cita nasional kita. Sebaliknya, setelah 66 tahun menjadi bangsa yang merdeka secara politik, kini bangsa Indonesia memasuki fase penjajahan kembali (rekolonialisme), yang menempatkan bangsa ini kembali menjadi bangsa kuli di antara bangsa-bangsa, –kembali menjadi “een natie van koelis, en een koeli onder de naties.”


Salah satu penyebab kemunduran ini hemat saya adalah tidak adanya karakter dari pemimpin-pemimpin nasional kita. Mereka bisa saja mengaku sebagai nasionalis, demokrat sejati, atau pro-rakyat, tetapi itu hanya sekedar pernyataan di mulut saja. Pada prakteknya, mereka adalah agen-agen penjual bangsa dan seluruh kekayaan alam yang dimiliki negeri ini.


Ada sebuah pertanyaan kecil: bagaimana bisa membangun sebuah bangsa apabila seluruh potensi nasionalnya sudah digadaikan? Lebih jauh lagi, bagaimana bisa membangun sebuah bangsa jikalau tidak mempunyai jiwa dan karakter?. Presiden Soekarno pernah berkata: “Sumber kekuatan kita bukan hanya kekayaan alam yang melimpah, jumlah rakyat yang berpuluh-puluh juta, letak geografis yang strategis, ilmu dan teknik yang sedang dipertumbuhkan, tetapi juga adalah semangat dan jiwa bangsa kita.”


Sekarang ini, harapan masa depan itu sudah hampir terkubur seluruhnya oleh penindasan kolonialisme baru, yaitu neoliberalisme. Sementara para pemimpin kita, hanya sibuk menghamparkan “karpet merah” untuk masuknya modal asing dan perusahaan-perusahaan asing.


Mahatma Gandhi berkata: “Keteraturan dalam sebuah bangsa bukan dilihat dari jumlah milyuner yang dimiliki, tetapi dari ketiadaan bencana kelaparan di masyarakatnya.” Ibu negara Tiongkok, Soong Ching-Ling juga pernah berkata: “Rakyat memang sabar, tetapi perut tak dapat menunggu lama.” Kesabaran rakyat itu hanyalah ada, jika rakyat melihat adanya prospek (harapan-kedepan) ke arah tercapainya cita-cita politik nasional atau cita-cita sosio-nasional.



Menyelamatkan Mimpi Indonesia

Mimpi Indonesia harus diselamatkan. Untuk itu diperlukan komitmen semua kalangan dalam membenahi bangsa kita dan menggelorakan kembali perjuangan nasional yang anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Mari kita bergotong royong membangun ekonomi, menciptakan lapangan kerja, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain sebagainya.


Tentu saja, peran aktif pemerintah dalam hal ini juga dibutuhkan untuk menyatukan, mensinergikan, dan melipatgandakan seluruh kekuatan jika ingin memenangi perang melawan kemiskinan tersebut. Jangan hanya bersikap “NATO”, “Never Action, Talking Only.” Kemajuan bangsa kita tidak akan wujud dengan sekadar wacana, “public discourse”, tetapi melalui agenda aksi yang nyata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar