Pada zaman dahulu bayan dipimpin oleh seorang Raja atau disebut Datu Bayan yang bergelar susuhunan Ratu Emas Bayan Agung. Silsilah menyebutkan bahwa Raja Bayan bersaudara dengan 18 dari hasil perkawinannya dengan beberapa istri dan selir. Saudara–saudara Raja Bayan kemudian menyebar dan beranak pinak ke seluruh pulau lombok. Sejarah mencatat dari hasil perkawinan Raja Bayan dengan istri pertamanya mempunya dua orang putra yang bergelar Pangeran Mas Mutering Jagad dan Pengeran Mas MuteringLangit kedua pangeran inilah yang kemudian meneruskan memerintah dan berkuasa di daerah Bayan. Datu Pangeran Mutering Langit sebagai yang tertua berkedudukan dibayan timur deberikan mandat untuk menjalankan pelaksanaan adat Gama.
Sementara Datu Pangeran Mas
Putering Jagad berkedudukan di Bayan Barat diberikan tugas untuk menjalankan
pelaksanaan luir Gama . Kedua Pangeran Datu Mas tersebut menjalankan
tugas-tugasnya dalam bidang sosial kemasyarakatan dan dalam menjaga alam
lingkungan dibantu oleh Titi Emas Rempung berasal dari loloan ,Titi mas Puncan
Surya yang berasal dari Karang Bajo dan Titi Mas Pakel Yang berasal dari Karang
Salah.Sedangkan dalam menjalankan bidang keagamaan dibantu oleh Titi Mas
pengulu dan Bebe Antasalam .Wetu Telu dalam bahasa indonesia bisa diartikan
waktu tiga dimana wetu telu ini, bisa dikatakan praktik unik karena sebagian
masyarakat suku sasak yang mendiami pulau lombok dalam menjalankanAgama Islam .
Ditengarai bahwa praktik unikini terjadi karena para penyebar islam padamasa
lampau yang berusaha mengenalkan islam ke masyarakat sasak pada waktu itu
secara bertahap , sehingga para mubalik meninggalkan pulau lombok sebelum
mengajarkan ajaran islam dengan secara lengkap dan sempurna . Saat ini penganut
sudah sangat berkurang dan hanya terbataspada generasi – generasi tua di daerah
tertentu , sebagai akibat gencarnya para pendakwah Islam dalam usahanya
meluruskan raktik tersebut . Dalam sebuah cerita yang telah disampaikan oleh
para pengarang sejarah wetu telu di pulau lombok bahwa praktik tersebut
bertahan karena para Wali yang menyebarkan Agama Islam pertama kali tersebut
tidak sempat menyelesaikan ajarannya . Sehingga masyarakat pada waktu itu
terjebak pada masa peralihan , para muridnya yang ditinggalkan tidak memiliki
keberanian untuk mengubah praktik pada masa peralihan tersebut ke arah praktik
Islam yang lengkap . Hal itulah salah satu penyebab masih dapat ditemukan
penganut Wetu Telu pada masa sekarang atau zaman modern . Agama adalah
pemberian dari tuhan sedangkan adat adalah peninggalan dari orang tua atau
nenek moyang yang keduanya harus dijaga dan diseimbangkan. Memang sebagian
kalangan masih menilai pelaksanaan ajaran Wetu Telu kental dan identik dengan
pelaksanaan ibadah sholat yang dilakukan 3 waktu dan puasa yang dikerjkan hanya
pada awal, tengah dan akhir bulan saja, namun yang pasti agama dan adat yang
sudah tentu memiliki kaitan erat dalam semua sendi kehidupan manusia memang
tidak dapat dipisahkan, terlebih dalam komunitas adat Bayan yang selama ini
tidak pernah ada larangan pada semua generasi dan penerus untuk menuntut ilmu
dan menyempurnakannya, asalkan adat - istiadat tidak dikesampingkan agar tetap
berimbang dan seimbang.
Adapun pendapat lain yang
menyatakan bahwa Wetu Telu Bukan Agama akan tetapi merupakan prodak manusia
yang mana semua ini masih banyak dipengaruhi oleh kepercayaan
animisme,dinamisme , dan hindu.Kepercayaan dan pendapat yang telah
menyebarluaskan pada sebagian besar dikalangan luar meyakini bahwa Wetu Telu
itu adalah ajaran agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat atau
komunitas adat Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara.Pandangan
masyarakat luas yang berkembang seperti ini sangat disesalkan oleh semua tokoh
adat,tokoh agama dan masyarakat atau komunitas adat Bayan pada khususnya, terlebih
secara tertulis telah dipublikasikan melalui sebuah buku yang berjudul Satu
Agama Banyak Tuhan, karya Kamarudin Zaelani yang diterbitkan oleh percetakan
Pantheon Media Pressindo bulan Maret 2007lalu, isi yang tertuang yang ada dalam
buku tersebut dinilai sangat mendiskriditimasi komunitas adat Bayan karena
sumber yang ditemui masih sepihak dan belum memahamiapa sebenarnya Wetu Telu
tersebut.Keluhan tersebut langsung dilontarkan beberapa Tokoh adat, Tokoh
Agama, tokoh Masyarakat komunitas adat Bayan Kecamatan Bayan, KLU, seperti,
Raden Gedarip (64), Raden Jambe, Haji Amir (63) dan Kardi Am.a.“Haji Amir”Tokoh
adat sekali gus tokoh Agama yang juga mantan Kepala Desa Loloan, Bayan, KLU
priode tahun 1968-1998, menuturkan, “ Wetu Telu itu adalah filosofi yang diyakini
komunitas adat Bayan yang memiliki arti, makna serta penjabaran yang sangat
luas dan mendalam tentang kehidupan manusia, Tuhan dan lingkungannya, yang
kesemuanya itu tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya, dimana
folosofi ini juga kental dan erat kaitannya dengan ajaran Agama Islam.“Wetu
Telu juga menggambarkan filosofi tentang “ Wet Tau Telu (tiga bagian wilayah
atau sistim Pemerintahan) diantaranya, Adat, Agama dan Pemerintah, ketiga unsur
ini jika dilihat berdasarkan fungsinya tidak mungkin dapat terpisahkan dimana
tugas dan fungsinya juga tidak mungkin dapat disatukan atau disamakan satu
dengan yang lainnya . Filosofi lain juga meyakini Wetu dan Metu itu yakin
adanya Tuhan, NaAbi Muhammad Saw, Ibu, Bapak, dan Anak serta menyakini adanya
Nabi Adam sebagai manusia pertama yang dilahirkan dan diturunkan kebumi.
Kemudian isi bumi atau alam diyakini dilahirkan melalui tiga cara atau tiga
unsur, (Metu) yaitu, Tiwoq (tumbuh), Menteloq (bertelur) dan terakhir melalui
proses Beranak.Dalam masyarakat lombok yang awam menyebut kepercayaan ini
dengan sebutan “Waktu Telu”sebagai akulturasi ajaran islam dan sisa kepercayaan
yang lama yakni Animisme , Dinamisme , dan kepercayaan hindu . Selain itu
karena menganut kepercyaan ini tidak menjalankan pribadatan seperti agama Islam
pada umumnya ( dikenal dengan sebutan “Waktu Lima “ karena menjalankan
kewajiban sholat lima waktu ) . Yang wajib menjalankan ibadah- ibadah tersebut
hanyalah orang-orang tertentu seperti kiyaiatau pemangku adat ( sebutan untuk
pewaris adat istiadat nenek moyang ) . Kegiatan apapun yang berhubungan
dengandaur hidup ( kematian , kelahiran , penyemblihan hewan , selamatan dan
sebagai b Cerikut ) harus diketahui oleh kiyaiatau pemangku adat dan mereka
harus mendapat bagian dari upacara – upacara tersebut sebagai ucapan
terimakasih dari tuan rumah .
Terjadinya perbedaan antara
kepercayaan wetu telu dan kepercayaan waktu lima lantaraan karena ajaran wetu
telu masih dipengaruhi kuat oleh kepercayaan animisme ,dinamisme , dan budhisme
,rata –rata pun yang menganut ajaran ini adalah orang yang sudah tua / sesepuh,
dan juga karena kurangnya waktu oleh para mubalig untuk menyampaikan syi’ar
islam sehingga ajarannya belum dipahami secara menyeluruh , serta dapat
dimungkinkan pula kalau ada beberapa masyarakat lokal yang melakukan penolakan
terhadap sistem islam yang lebih komplek dibandingkan ajaran mereka sebelumnya,
akan tetapi pada dasarnya , Islam dapat berkembang dengan baik di lomnbok tanpa
ada komplik dan kekerasan . Dan ini menandakan bahwa Islam mampu berakulturasi
karena dengan mudahnya terhadap adat budaya masyarakat lokal yang masih
dipengaruhi oleh adat leluhur . Adapun faktor – faktor yang dapat menyebabkan
Islam di terima dengan baik atau yang bersifat akulturasi oleh masyarakat Lombok
,antara lain ajaran islam mudah diterima oleh masyarakat lokal sehingga islam
berkembang tanpa ada suatu konflik ,respon yang baik yang deterima olehpara
mubalig dari islam atau masyarakat yang menjadikan syi’ar yang di lakukan oleh
Tuan Guru melalui media pendidikan berjalan tanpa hambatan sehingga menambah
luas masyarakat yang menganutnya ,dan pada abad xx didirikan basisi sosial
islam yang semakin mengukuh kedudukan islam di tengah masyarakat lombok .
Sedangkan Kyai Kagungan yang melipuiti 4 unsur (Penghulu, Lebe, Ketib,
danMudim) pada dasarnya memiliki tugas pokokyang sama, yaitu sebagai imam,
sedangkan tugas lainnya juga masih memilki tahapan dan bagian sesuai dengan
wilyah adat yang dimilki, hanya saja Penghulu dapat berperan disemua wilayah
adat, sedangkan Kyai Santri yang berjumlah 40 orang hanya bertugas sebagai
makmum atau disebut jugasebagai pembantu yang bertugas mengurus semua ritual
adat atas perintah dan mandat dari Kyai Kagungan. Yang boleh berperan sebagai
Kyai Kagungan dan Kyai Santri ini harus berdasarkan keturunan.Terkiat makna
Watu Telu memang tidak terlepas dari filosofi masyarakat adat Bayan yang selalu
berpegang teguh pada tiga unsur atau keyakinan, yakni hubungan Tuhan dengan
Manusia yang melibatkan para Kyai, Hubungan Manusia dengan Manusia yang
melibatkan Pranata- pranata dan sesepuh adat, dan yang terakhir adalah Hubungan
Manusia dengan Lingkungan yang diperankan oleh para Toaq Lokaq (para orang
tua). Ketiga unsur ini memerlukan dan harus diseimbangkan, karena bagaimana pun
juga kalau salah satunya tidak nyambung atau seimbang maka tidak mungkin dapat
berjalan dengan baik.Saat ini keberadaan komunitas adat beserta hak-hak yang
dimilkinya juga semakin kuat dengan UUD 45 yang sudah diamandemenkan dan
terutang dalam pasal 18 bahwa Negara mengakui hak ulayat dan ritual masyarakat
adat . Jadi posisi dankeberadaan komunitas adat dan kearifan lokal yang
dimilkinya juga semakin kuat untuk mendapat perlindungan dan harus tetap
dilestarikan.
Adapan contoh perubahan
yang bersifat akulturasi atau yang bersifat diterima baik oleh masyarakat yang
mempercayai kepercayaan animisme,dinamisme khususnya di pulau lombok tanpa ada
pemaksaan adalah dapatdigambarkan lain yang sering diucapakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah Inaq, Amaq, Allah (Ibu, Bapak dan Tuhan) juga sebagai
ungkapan kalau sorga itu berada dibawah telapak kaki ibu,
Filosofi ini juga masuk dan erat kaitannya dengan ajaran Agama
Islama dimana semua ummat Islam harus tunduk dan patuh terhadap ajaran agama
tersebut dan inilah alasan masyarakat lombok yang mempercayai animisme dan
dinamisme menerima baik ajaran yang dibawa oleh para wali yang berasal dari
jawa yakni ajaran agama islam. Keyakinan lain juga tergambar dari tiga aspek
kehidupan yaitu Air, Angin dan Tanah, ketiga unsur ini juga menjadi dasar utama
semua mahlauk hidup yang ada dimuka bumi dapat tumbuh, hidup serta berkembang
biak, apa bila ketiga elemen ini tetap ada dan dapat dilestarikan.Ketiga unsur
lain tentang makna serta filosofi Wetu Telu yaitu Adanya tiga unsur yang mengayomi
dan menuntun serta membina manusia atau masyarakat, yaitu dari Kyai yang
berdasarkan keturunan dan memiliki tugas khusus dibidang agama,Tokoh Adat yang
mengatur soal adat dan istiadat, dan yang terakir adalah pemerintah yang juga
khusus membidangi sistim pemerintahan.Sedangkan contoh perubahan yang bersifat
singkretik adalah bisa kita lihat pada saat masyarakat Islam wetu telu
mengadakan Syukuran dalam bentuk zikiran bersama atau zikiran bagi orang sudah
meninggal dunia . Dalam melaksanakan zikiran masyarakat wetu telu selalu
menyalakan Dupe dalam bahasa sasaknya ( Menyam) seperti apa yang dilakukan oleh
orang orangyang memiliki kepercayaan animisme,dinamisme,dan hindu ,pada saat
melakukan sembahyang didepan patung yang mereka buat sendiri .
Padahal kita tahu bahwa
menyalakan dupe dalam ajaran islam sangat tidak bolehkan oleh agama islam
karena kita seolah- olah mendo’akan orang yang meninggal itu masuk neraka dan
ini masih dipraktikan oleh masyarakat wetu telu sampai sekarang . Dan contoh
inilah yang bisa disebut dengan perubahan yang bersifat singkretik ,karena ada
unsur pemaksaan dan dalam ajaran agama islam tidak diperbolehkan menggunakan
Dupa
#babab
lombok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar