Ada beberapa teori yang
digunakan dalam praktik pekerjaan sosial, diantaranya adalah teori sistem, teori
belajar sosial, teori pertukaran sosial, teori konflik, teori motivasi, teori
ekologi, teori kritis, teori feminis, dan teori konstruksi realitas. Di sini,
saya akan menjelaskan pentingnya teori-teori tersebut dalam praktik pekerjaan
sosial, terutama di bidang makro (masyarakat, organisasi, dll).
Teori Sistem
Sistem merupakan suatu
kerangka yang terdiri dari beberapa elemen/sub elemen/sub sistem yang saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi. Teori sistem adalah suatu model yang
menjelaskan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu
unit yang bisa saja berupa suatu masyarakat, serikat buruh, dan organisasi
pemerintah. Apabila suatu sub sistem tidak berfungsi, maka sistem tidak akan
berjalan maksimal atau bahkan tidak berjalan. Intinya, setiap bagian
berpengaruh terhadap keseluruhan atau sesuatu tidak dapat ada tanpa keberadaan
yang lain. Contoh dari sistem sosial adalah keluarga, di mana anggota-anggota
di dalam keluarga disebut sebagai sub sistem atau bagian dari sistem. Dalam
pekerjaan sosial makro, kita mengenal masyarakat sebagai suatu sistem.
Sumbangan teori sistem
terhadap praktik pekerjaan sosial makro adalah untuk mengetahui pengaruh dari
suatu sub sistem terhadap sub sistem lainnya atau terhadap sistem yang
menyebabkan terjadinya permasalahan sosial, baik dilihat dari aspek objektif,
seperti masyarakat, maupun aspek subyektif, seperti nilai-nilai budaya, agama,
dan lain sebagainya. Dengan mengetahui pengaruh dari setiap sub sistem terhadap
sub sistem lainnya atau terhadap sistem, seorang pekerja sosial dapat mencari
solusi untuk menyelesaikan masalah. Misalnya, di terminal bis Garut terdapat
banyak sekali anak jalanan, pengamen, pedagang asongan, dan pengemis. Hal
tersebut dikarenakan mayoritas masyarakatnya miskin. Banyaknya anak jalanan,
pengamen, pedagang asongan, dan pengemis pun membuat keadaan terminal tidak
nyaman bagi pengunjung, karena sering terjadinya pencopetan, penculikan, dan
lain sebagainya. Dari satu aspek saja, yaitu kemiskinan, sudah menimbulkan
banyak masalah dalam sistem sosial di terminal. Itu sebabnya seorang pekerja
sosial perlu memahami teori sistem untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah
sosial yang ada.
Teori Social Learning
(Pembelajaran Sosial)
Teori ini mengatakan bahwa
orang dapat mempelajari informasi baru dan perilaku dengan cara melihat orang
lain (belajar observasional). Konsep dasar dari teori ini adalah bahwa
orang-orang dapat belajar melalui observasi atau pengamatan, kemudian
dilanjutkan dengan peniruan. Mereka mengubah perilakunya melalui penyaksian
terhadap bagaimana orang lain merespon sebuah stimulus tertentu. Teori ini
menjelaskan bagaimana kita dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan melalui
penguat dan pembelajaran observasional. Contohnya seorang anak menyaksikan
temannya sering membaca buku pelajaran, kemudian memperoleh rapot yang bagus.
Anak tersebut kemudian memiliki keinginan memperoleh rapot yang bagus pula. Dia
pun akhirnya meniru temannya dengan rajin membaca buku pelajaran.
Sumbangan teori ini terhadap
praktik pekerjaan sosial makro adalah seorang pekerja sosial dapat mengetahui
dan memahami penyebab masyarakat berperilaku dan bagaimana mereka merubah
perilakunya sehingga perilaku tersebut berpengaruh terhadap lingkungan sosial.
Dengan mengetahui hal-hal tersebut, pekerja sosial mampu membuat pemecahan
masalah. Misalnya, masyarakat di stasiun Bandung kurang mendapatkan pendidikan,
sementara masyarakat di perkotaan mayoritas berpendidikan tinggi, sehingga
banyak yang mengalami kesuksesan karena pendidikan. Dengan adanya perbedaan
tersebut, pekerja sosial mampu mencari solusi agar masyarakat di daerah stasiun
Bandung mampu berkembang seperti masyarakat di daerah perkotaan, misalnya
dengan memperlihatkan bagaimana kondisi masyarakat di daerah perkotaan, di mana
sebagian besar masyarakatnya mampu berwirausaha ataupun bekerja di kantoran.
Kemudian setelah mereka termotivasi, pekerja sosial membangun
fasilitas-fasilitas untuk membantu mereka mencapai pendidikan yang tinggi.
Teori Social Exchange
(Pertukaran Sosial)
Teori ini mengatakan bahwa
seseorang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang
memenuhi kebutuhannya. Teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku
dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Di dalam hubungan
tersebut, tedapat unsur imbalan, pengorbanan, dan keuntungan. Jadi, perilaku
sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan
perhitungan untung-rugi. Misalnya, di tempat kerja, percintaan, perkawinan,
persahabatan, dan lain sebagainya. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau
lebih banyak dari biaya, maka interaksi antar individu atau kelompok akan
diakhiri, atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku mereka
untuk melindungi imbalan apapun yang mereka cari. Teori pertukaran sosial ini
penting, karena berusaha menjelaskan fenomena kelompok dalam lingkup
konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan imbalan.
Teori ini penting diketahui
oleh pekerja sosial dalam melakukan praktikum, terutama oleh pekerja sosial di
perusahaan-perusahaan yang dikenal dengan istilah CSR atau Corporate Social
Responsibility. CSR adalah tanggungjawab sosial perusahaan atau media
perusahaan untuk menjawab berbagai kritik dari masyarakat. Untuk memiliki
hubungan yang baik antara perusahaan dengan masyarakat, perusahaan memberikan
kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga adanya hubungan harmonisasi dan
simbiosa mutualisme atau saling menguntungkan, bahkan pendongkrakan citra atau
performa perusahaan. Karena perusahaan beroperasi dalam suatu tatanan
lingkungan masyarakat, maka perusahaan harus menyadari bahwa tanggung jawabnya
bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan keuntungan (profit) demi
kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Teori pertukaran sosial penting bagi pekerja sosial, terutama pekerja sosial
yang bekerja di perusahaan agar pekerja sosial memahami apa yang membuat
keadaan sosial baik. Seperti yang disebutkan dalam teori, keadaan sosial akan
baik jika semua sub sistem atau elemen dalam sistem sosial mendapatkan
keuntungan dan saling memberikan keuntungan.
Teori Organisasi
Cakupan pekerja sosial makro
antara lain salah satunya adalah organisasi. Organisasi merupakan suatu wadah
atau tempat terjadinya kegiatan bersama untuk mencapai tujuan bersama dan
memiliki visi dan misi untuk menampung dan menyalurkan pendapat atau pikiran
yang berbeda. Unsur-unsur organisasi adalah orang-orang, kerjasama, tujuan
bersama, peralatan atau sarana, lingkungan, dan kekayaan alam. Teori organisasi
merupakan studi yang memandang suatu organisasi, baik dari segi fungsi maupun
struktur, dengan meninjau pendekatan untuk mencari solusi dari permasalahan
dalam suatu organisasi, di mana seluruh pelaku dalam organisasi saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan bersama. Teori
organisasi terdiri dari teori organisasi klasik, teori organisasi neoklasik,
dan teori organisasi modern. Teori organisasi klasik menganggap manusia sebagai
komponen-komponen yang setiap saat dapat dipasang dan diganti sesuai kehendak
pemimpin. Teori organisasi klasik berkembang dalam tiga aliran, yaitu teori
birokrasi, teori administrasi, dan teori manajemen ilmiah. Selain itu, ada
teori organisasi neoklasik. Teori ini menekankan pada aspek psikologis dan
sosial karyawan sebagai individu ataupun kelompok kerja. Yang terakhir adalah
teori organisasi modern. Teori ini melihat semua unsur organisasi sebagai satu
kesatuan yang saling bergantung dan tidak dapat dipisahkan. Ada banyak masalah
yang dihadapi organisasi dan memerlukan pemecahan tersendiri. Masalah-masalah
tersebut bisa dikarenakan kesalahpahaman dalam komunikasi, kurangnya
koordinasi, tujuan-tujuan yang berbeda, dan lain sebagainya. Peran pekerja
sosial makro dalam hal ini adalah sebagai fasilitator, perunding, pembela, juru
bicara, penggerak, penengah, dan konsultan.
Dalam melaksanakan perannya
sebagai pekerja sosial makro, pekerja sosial harus mampu mengetahui bagaimana
sebuah organisasi berjalan, apa yang menggerakkan sebuah organisasi, apa yang
menjadi hambatan dalam berjalannya organisasi, dan lain sebagainya. Teori ini
membantu pekerja sosial untuk dapat mendukung dan membantu keberfungsian
organisasi. Ketika organisasi mengalami masalah-masalah, pekerja sosial dapat
berperan sebagai konsultasi untuk membantu mereka menunjukkan
kesulitan-kesulitan dengan tepat, sehingga dengan memfasilitasi proses
pemecahan masalah. Oleh karena itu, seorang pekerja sosial makro membutuhkan
teori ini untuk dapat memahami sebuah organisasi.
Teori Konflik
Teori ini menolak anggapan
bahwa masyarakat ada dalam situasi stabil dan tidak berubah. Masyarakat selalu
dilihat dalam suatu kondisi tidak seimbang atau tidak adil, dan keadilan dapat
dicapai dengan penggunaan kekuatan revolusi terhadap kelompok-kelompok yang
berkuasa. Masyarakat juga terbentuk dari individu-individu yang bersaing untuk
sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini, kelompok-kelompok yang berkuasalah
yang memiliki sumber daya lebih dan berusaha untuk mempertahankannya. Sementara
kelompok-kelompok sub ordinat atau yang dikuasai, berusaha untuk merebut suber
daya tersebut. Contoh dari teori ini adalah pada proses politik, di mana
kelompok yang berkuasa selalu berusaha mempertahankan kekuasaan mereka. Teori
ini sangat cocok untuk menjelaskan perubahan sosial. Perubahan terjadi bukan
karena adaptasi, melainkan adanya persaingan. Teori ini juga menjelaskan bahwa
konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Teori ini memiliki sumbangan
terhadap praktik pekerjaan sosial makro. Contohnya masalah antarnegara, seperti
Indonesia dan Malaysia, diantaranya kasus perebutan wilayah dan hak milik
kebudayaan terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Bila kasus-kasus tersebut
dibiarkan, akan mengakibatkan dampak yang buruk bagi hubungan kedua negara
tersebut. Selain itu, Malaysia juga memiliki kekuasaan terhadap Tenaga Kerja
Indonesia atau TKI yang membuat marah bangsa Indonesia, karena bangsa Malaysia
seringkali melakukan tindak kekerasan dan penyiksaan terhadap TKI. TKI pun
seringkali tidak dibayar oleh bangsa Malaysia. Hal tersebut merupakan
penghinaan terhadap masyarakat Indonesia. Adapun peran pekerja sosial makro
dalam menangani masalah antarnegara tersebut, yaitu diantaranya sebagai
konselor, fasilitator, pemberdaya, pembela, broker, dan mediator. Untuk dapat
mengatasi masalah tersebut, seorang pekerja sosial harus memiliki landasan
tentang bagaimana perubahan sosial terjadi dan seperti apakah proses perubahan
sosial itu terjadi, serta harus mengetahui bagaimana kelompok penguasa
menguasai kelompok yang dikuasai, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut
tentunya terdapat dalam teori konflik.
Teori Motivasi
Motivasi pada dasarnya
merupakan alasan untuk bertindak atau dorongan manusia untuk mencapai
tujuannya. Motivasi juga merupakan suatu proses untuk mempengaruhi orang lain
untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan. Teori motivasi
menjelaskan bagaimana alasan bisa muncul pada diri seseorang. Seseorang dapat
bertindak jika dia telah memiliki motivasi. Apabila seseorang tidak bertindak, maka
motivasinya terhambat. Ada dua hal yang menyebabkan terhambatnya motivasi
seseorang, yaitu ketakutan dan malas. Agar motivasi meningkat, maka
hambatan-hambatan tersebut harus dikurangi.
Teori ini sangat penting
untuk seorang pekerja sosial. Karena untuk membantu dan memberi manfaat kepada
masyarakat, seorang pekerja sosial harus dapat mengetahui apa yang harus dia
miliki agar dia dapat bertindak untuk membantu masyarakat. Bayangkan saja bila
seorang pekerja sosial memiliki rasa malas atau takut untuk bertindak. Dia
tidak akan pernah bertindak jika dia tidak mengetahui apa pentingnya motivasi
dan bagaimana hambatan-hambatan motivasinya dihilangkan. Tidak mungkin tidak
ada seorang pekerja sosial yang tidak pernah merasa takut dan malas. Setiap
manusia pasti memiliki kedua hambatan tersebut dalamhidupnya.Teoriini juga
berguna untuk seorang pekerja sosial untuk dapat berperan sebagai penyemangat
dan penggerak masyarakat.
Teori Ekologi
Teori ini menekankan bahwa
lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan. Ada lima sistem dalam
teori ini, yaitu mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan
kronosistem. Mikrosistem merupakan tempat di mana seseorang hidup, misalnya
mikrosistem seorang anak meliputi keluarga, guru, teman sebaya, dan lain-lainnya
yang sering ditemui anak. Dalam mikrosistem, terjadinya interaksi, misalnya
anak dengan orang tua, anak dengan guru, dan sebagainya. Dalam sistem ini,
seseorang dipandang membantu membangun setting. Sistem berikutnya adalah
mesosistem, yang merupakan hubungan antara beberapa mikrosistem, misalnya
hubungan antara orang tua dengan guru, teman dengan guru, dan sebagainya. Dalam
ekosistem, seseorang tidak memiliki peran aktif, melainkan terpengaruh oleh
berbagai sistem, misalnya pekerjaan orang tua mempengaruhi hubungan antara
suami istri dan anaknya. Kemudian makrosistem membicarakan tentang budaya, gaya
hidup, dan masyarakat di mana seseorang berada, dan mempengaruhi seseorang. Dan
yang terakhir, kronosistem meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa sepanjang kehidupan,
misalnya mempelajari dampak negatif terhadap perceraian terhadap anak-anak, dan
lain sebagainya. Teori ini pada intinya menjelaskan mengenai perilaku manusia
sesuai dengan lingkungan dan interaksi antara manusia dengan lingkungan yang
terjadi dalam berbagai level dan fungsinya.
Teori ini memberikan
sumbangan terhadap praktik pekerjaan sosial makro, yaitu dengan memegang teori
ini, seorang pekerja sosial mampu mencari penyelesaian masalah di masyarakat,
seperti pengaruh budaya asing terhadap masyarakat Indonesia, berkembangnya gaya
hidup modern yang menyebabkan terjadinya masalah sosial, seperti kenakalan
remaja, kemiskinan, mental masyarakat yang tidak sehat, dan terutama kerusakan
lingkungan. Masyarakat miskin paling menderita jika terjadi kerusakan
lingkungan hidup. Oleh karena itu, untuk memperbaiki dan memenuhi kelangsungan
hidup masyarakat, seorang pekerja sosial harus mengetahui bagaimana lingkungan
berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat dan seberapa besar pengaruhnya
terhadap perkembangan masyarakat, dengan memperhatikan landasan teori ekologi.
Teori Kritis
Teori ini membahas tentang
emansipasi dan penindasan. Tujuan daripada teori ini adalah untuk menghilangkan
segala bentuk dominasi dan penindasan, serta mendorong adanya kebebasan dan
keadilan. Teori ini mempertanyakan sebab-sebab yang mengakibatkan
penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat. Struktur masyarakat yang rapuh
harus diubah. Intinya, teori kritis ini memberikan kesadaran untuk membebaskan
manusia dari irasionalisme atau ketidakmasukakalan. Teori kritis berupaya untuk
mengidentifikasi kemungkinan perubahan sosial, sekaligus mempromosikan bentuk
refleksi diri dan masyarakat yang bebas dari dominasi. Teori ini erat kaitannya
dengan teori konflik, di mana adanya pihak yang mendominasi dan yang
didominasi. Teori ini juga berkaitan dengan teori feminis, di mana adanya pihak
tertindas, seperti penindasan kaum wanita oleh kaum pria dalam kedudukan sosial
ekonomi.
Teori ini penting untuk
dipahami seorang pekerja sosial dalam mencari penyelesaian masalah. Misalnya,
masalah tindak kekerasan terhadap wanita dalam rumah tangga. Dalam
menyelesaikan masalah tersebut, seorang pekerja sosial yang profesional harus
memperhatikan dan mengamati sebab-sebab tindak kekerasan tersebut dan bagaimana
akibatnya terhadap perubahan sosial. Pekerja sosial profesional tidak dapat
melompat pada solusi yang instan tanpa penelitian, namun mereka harus mencari
tahu dahulu dengan melakukan berbagai penelitian, temasuk memegang landasan
teori agar tidak salah dalam mengambil pemecahan masalah, sebab masyarakat
bukanlah objek eksperimen atau percobaan untuk pekerja sosial.
Teori Feminis
Secara umum, permasalahan
mengenai gender muncul karena posisi kaum wanita yang dianggap lebih rendah
dari kaum pria. Posisi wanita dalam kehidupan sosial sering dianggap lebih
rendah dengan posisi laki-laki. Laki-laki dianggap bekerja dalam posisi yang
lebih menguntungkan daripada wanita karena laki-laki bekerja untuk mendapatkan
upah, sedangkan wanita bekerja mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah
apapun. Selain itu dalam dunia kerja, lebih banyak laki-laki yang mendapatkan
posisi yang lebih tinggi dari wanita, umpamanya menduduki jabatan sebagai
presiden, direktur, parlemen, dll. karena hanya sedikit wanita yang bisa menduduki
jabatan seperti itu. Wanita lebih banyak menduduki posisi yang lebih rendah
bahkan sangat merendahkan posisi wanita itu sendiri, seperti pembantu, bahkan
pelacur. Selain itu, kaum wanita sering mendapatkan perlakuan kekerasan. Lalu,
dari tingkat pendidikan pun bisa dilihat kenyataan bahwa wanita masih lebih
rendah dari laki-laki terutama di negara-negara berkembang.
Teori feminis menekankan
kepada harapan kaum wanita untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak atau
sama posisinya dengan laki-laki. Dalam feminis terdapat tiga pendekatan utama,
yaitu feminisme liberal, feminisme marxis, dan feminisme radikal. Feminisme
liberal sesuai dengan namanya menekankan kebebasan untuk mendapatkan hak-hak
dalam kehidupan yang diperoleh kaum wanita. Feminisme liberal menginginkan
persamaan derajat antara kaum wanita dan laki-laki sehingga keadilan dapat
ditegakkan dalam kehidupan sosial bagi kaum wanita. Lalu, pendekatan lain,
yaitu feminisme marxis melihat bahwa posisi perempuan yang lebih rendah dalam
struktur ekonomi, sosial, dan politik dari sistem kapitalis. Feminisme Marxis
beranggapan bahwa sistem kapitalis harus dihancurkan karena tidak menguntungkan
kaum wanita. Pendekatan lain, yaitu feminisme radikal menginginkan analisis
pengembangan feminisme yang lebih nyata dan bebas.
Teori ini memberikan
sumbangan terhadap praktik pekerjaan sosial makro, berupa pemahaman mengenai
sebab timbulnya masalah gender yang juga berpengaruh terhadap perubahan sosial.
Dengan memahami permasalahan tersebut, seorang pekerja sosial kemudian mampu
menyusun cara untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah tersebut dapat
dilakukan dengan mendirikan organisasi kemasyarakatan wanita yang dinamakan
National Organization of Women untuk menyetarakan kedudukan wanita dalam bidang
politik, ekonomi, dan kehidupan sosial. Selain itu, pekerja sosial juga
mendorong pembentukan serikat-serikat pekerja berdasarkan gender dan kelas,
seperti NWTUL atau National Women’s Trade Union League. NWTUL ini memiliki
program-program perlindungan tenaga kerja wanita yang mencakup penetapan jam
kerja, kesehatan dan keselamatan kerja, dan lain sebagainya. Tentu saja
strategi penyelesaian masalah seperti itu tidak dapat dilakukan dengan
pemecahan masalah secara instan. Dibutuhkan landasan teori feminis untuk dapat
menjalankan upaya-upaya tersebut dengan baik.
Teori Reality Construction
(Konstruksi Realitas)
Teori ini mengandung
pemahaman bahwa realitas atau kenyataan dibangun secara sosial. Realitas
merupakan hasil ciptaan manusia melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap
dunia sosial di sekelilingnya. Realitas sosial tercipta, dipertahankan, dan
diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Oleh karena itu, manusia
merupakan produk masyarakat. Dalam teori ini juga, dibedakan antara pengetahuan
dan realitas. Pengetahuan merupakan kepastian bahwa realitas itu riil adanya
dan memiliki karakteristik khusus dalam kehidupan sehari-hari. Sementara
realitas merupakan kualitas dari kenyataan yang memiliki keberadaan dan tidak
bergantung pada kehendak manusia. Intinya, teori ini menjelaskan bahwa apa yang
ada di dunia dalam kehidupan sehari-hari merupakan kenyataan yang ditafsir oleh
manusia. Salah satu contoh realitas sosial di masyarakat adalah kenakalan
remaja. Kenakalan remaja disebabkan oleh manusia sendiri. Manusialah yang
menciptakan maraknya kenakalan remaja dan hancurnya moral generasi muda bangsa.
Maraknya kenakalan remaja disebabkan oleh perbuatan anak remaja sendiri yang
bertentangan dengan norma.
Teori ini penting untuk
dijadikan landasan pekerja sosial profesional. Dengan memahami bagaimana
kenyataan sosial itu dibangun, pekerja sosial dapat mencari penyelesaian
masalah dengan memfasilitasi masyarakat agar masyarakat mampu berubah menuju
perubahan yang lebih baik. Sebelum upaya tersebut dilakukan, pekerja sosial
profesional membutuhkan landasan teori.
Jadi, teori sangat penting
bagi pekerja sosial profesional dalam melaksanakan praktek pekerjaan sosial.
Tanpa teori, praktek hanya didasarkan atas alasan-alasan yang kebetulan.
Sementara, masalah sosial yang ada di masyarakat ini bukanlah suatu hal yang
dieksperimen pemecahan masalahnya, apalagi objek dalam masalah sosial adalah
manusia. Jika pemecahan masalah tidak didasari dengan praktek, maka pemecahan
masalah itu bisa jadi penyebab masalah baru. Oleh karena itu, teori dan praktek
haruslah seimbang, karena teori merupakan pedoman untuk memudahkan berjalannya
praktek.
adakah teori teori yang lain sebagai sumber dalam pemecahan kasus sosial
BalasHapus