Masalah penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan peningkatan
yang sangat pesat. Korban penyalahgunaan napza banyak dari kalangan generasi
muda yang termasuk klasifikasi usia produktif. Masalah ini berdampak negatif
bukan hanya terhadap pecandu, tetapi juga terhadap keluarga dan lebih luas lagi
berdampak negatif terhadap kehidupan bangsa dan negara. Berdasarkan laporan
Direktorat IV Narkoba dan KT BARESKRIM POLRI pada tahun 2007 diketahui kasus
narkotika, psikotropika, dan bahan berbahaya sebanyak 22.630 kasus yaitu
proporsi kasus narkotika 50,28%, proporsi kasus psikotropika 43,43% dan
proporsi kasus bahan berbahaya 6,29%.
Upaya penanggulangan NAPZA telah banyak dilakukan oleh instansi
pemerintah dan organisasi sosial / lembaga swadaya masyarakat melalui program
pencegahan dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial merupakan upaya
pemulihan kondisi bio-psiko-sosio-spirital bagi penyalahguna NAPZA di panti /
pusat rehabilitasi.
Terdapat berbagai metode rehabilitasi yang dilaksanakan untuk
memulihkan kondisi pecandu. Salah satu metode pemulihan yang telah banyak
digunakan oleh masyarakat adalah program 12 langkah [twelve steps]. Metode ini
merupakan sekumpulan prinsip spiritual yang dimulai dengan kesadaran akan
masalah kecanduan, kebutuhan pertolongan pihak lain, dan secara terus menerus
memperbaiki diri serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan
dari metode itu mempercepat proses pemulihan dan mempertahankan kondisi
abstinansia bagi para pecandu.
Masalah penyalahgunaan napza adalah masalah yang sangat kompleks,
untuk itu diperlukan penanganan yang komprehensif. Oleh karena itu, upaya penaggulangan
masalah penyalahgunaan napza, ditangani oleh berbagaidisiplin ilmu yang relevan
seperti pekerja sosial, kedokterasn, psikologi, psikiatri, dll.
Konsepsi pertolongan pekerjaan sosial yaitu menolong pecandu agar
pecandu mampu menolong dirinya sendiri ( to help people to help themselves ).
Selain itu pekerjaan sosial memiliki kerangka berpikir yang realistis dan logis
dalam penanganan masalah penyalah gunaan napza, dengan penggunaan metode,
teknik, prinsip dan peranan yang ditampilkannya untuk mencapai tujuan dalam
pemecahan masalah penyalahgunaan napza. Tujuannya adalah meningkatkan
keberfungsian sosial pecandu yang bersangkutan, sehingga dapat melaksanakan
tugas kehidupannya dengan baik dan wajar.
Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Narkoba merupakan musuh nomor 1 bagi para remaja. Namun, para remaja
hingga saat ini banyak yang belum tahu mengenai narkoba sebagai musuh utama
ini. Buktinya, semakin banyak remaja terjerumus dalam rayuan maut narkoba.
Ketidaktahuan remaja tentang bahaya narkoba memang menjadi tugas berat bagi
orangtua dan guru untuk menerangkannya. Apalagi narkoba sekarang sangat mudah
didapat dan bandarnyapun memang selalu menempel pada dunia remaja.
Penyebab narkoba disebabkan oleh banyak faktor, baik internal maupun
eksternal :
1. Faktor Internal
Adalah faktor yang
berasal dari diri seseorang :
·
Keluarga : Jika hubungan dengan keluarga
kurang harmonis (Broken Home) maka seseorang akan mudah merasa putus asa dan
frustasi. Akibat lebih jauh, orang akhirnya mencari kompensasi diluar rumah
dengan menjadi konsumen narkoba.
·
Ekonomi : Kesulitan mencari pekerjaan
menimbulkan keinginan untuk bekerja menjadi pengedar narkoba. Seseorang yang
ekonomi cukup mampu, tetapi kurang perhatian yang cukup dari keluarga atau
masuk dalam lingkungan yang salah lebih mudah terjerumus jadi pengguna narkoba.
·
Kepribadian :Apabila kepribadian seseorang
labil, kurang baik, dan mudah dipengaruhi orang lain maka lebih mudah
terjerumus kejurang narkoba.
2. Faktor Eksternal
Adalah faktor
yang berasal dari luar seseorang, faktor yang cukup kuat untuk mempengaruhi
seseorang.
·
Pergaulan : Teman sebaya mempunyai pengaruh
cukup kuat bagi terjerumusnya seseorang kelembah narkoba, biasanya berawal dari
ikut-ikutan teman. Terlebih bagi seseorang yang memiliki mental dan keperibadian
cukup lemah, akan mudah terjerumus.
·
Sosial /Masyarakat : Lingkungan masyarakat
yang baik terkontrol dan memiliki organisasi yang baik akan mencegah terjadinya
penyalahgunaan narkoba.
Dampak Negatif
NAPZA
Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang
telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan
mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada
sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru,
hati dan ginjal. Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung
pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi
pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik,
psikis maupun sosial seseorang.
1. Dampak Fisik:
- · Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
- · Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah
- · Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti: penanahan (abses), alergi, eksim.
- · Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
- · Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, murus-murus, suhu tubuh meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
- · Dampak terhadap kesehatan reproduksi adalah gangguan padaendokrin, seperti: penurunan fungsi hormon reproduksi (estrogen, progesteron, testosteron), serta gangguan fungsi seksual.
- · Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan antara lain perubahan periode menstruasi, ketidakteraturan menstruasi, dan amenorhoe (tidak haid).
- · Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya pemakaian jarum suntik secara bergantian, risikonya adalah tertular penyakit seperti hepatitis B, C, dan HIV yang hingga saat ini belum ada obatnya.
- · Penyalahgunaan narkoba bisa berakibat fatal ketika terjadi Over Dosis yaitu konsumsi narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. Over dosis bisa menyebabkan kematian.
2. Dampak Psikis:
- · Lamban kerja, ceroboh kerja, sering tegang dan gelisah.
- · Hilang kepercayaan diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.
- · Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.
- · Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.
- · Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh diri.
3. Dampak Sosial:
- · Gangguan mental, anti-sosial dan asusila, dikucilkan oleh lingkungan.
- · Merepotkan dan menjadi beban keluarga.
- · Pendidikan menjadi terganggu, masa depan suram.
Dampak fisik, psikis dan sosial berhubungan
erat. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa
(sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi obat pada waktunya) dan
dorongan psikologis berupa keinginan sangat kuat untuk mengkonsumsi (bahasa
gaulnya sugest). Gejata fisik dan psikologis ini juga berkaitan dengan gejala
sosial seperti dorongan untuk membohongi orang tua, mencuri, pemarah, manipulatif,
dan lain-lain.
Peran Peksos Dalam Pelayanan Mengatasi Penyalahgunaan
NAPZA
Ada beberapa metode pengobatan, antara
lain :
1. Terapi Individu
Konseling
Praktek individu
adalah bagian dari kebanyakan tingkat perawatan dalam perawatan penyalahgunaan
zat. Klien yang berpartisipasi dalam rawat inap, residensial, intensif rawat
jalan, atau rawat jalan program dapat menerima terapi individu sebagai bagian
dari rencana traetment mereka. Perawatan yang terpisah dan memiliki sejumlah
manfaat (Rounsaville & amp; Carrol, 1997). Pelayanan ini menyediakan
privasi dan kerahasiaan, memungkinkan klien untuk mendiskusikan isu sensitif
dan Pribadi lebih bebas kemudian mereka bisa selama kelompok atau keluarga
perawatan. Perawatan individu juga menyediakan tingkat perawatan individual
yang tidak tersedia di modalities lain dan memiliki keunggulan dalam berurusan
dengan masalah jenis tertentu (melewati penyalahgunaan) atau klien, terutama
mereka yang memiliki gangguan kepribadian terjadi (Rounsaville & amp;
Carroll. 1997).
Ada dua
fase yang berbeda dari pengobatan yang seharusnya berfungsi untuk panduan
perilaku Anda dalam perawatan individu. Mengenai awal fase pengobatan, Doweiko
(1999) mengatakan,'' pendekatan umum individu dan terapi kelompok adalah untuk
bekerja melalui orang addicated sistem penyangkalan, sambil memberikan
konseling yang dirancang untuk membantu klien belajar bagaimana menghadapi
problams kehidupan sehari-hari tanpa bahan kimia ''.
2. Terapi Kelompok
Konseling
Selama bertahun-tahun, terapi kelompok telah muncul sebagai salah satu
metode pengobatan yang paling banyak digunakan di bidang penyalahgunaan zat.
Ini telah melampaui terapi individu sebagai metode pilihan pengobatan dan
digunakan dalam hampir semua program penyalahgunaan zat di Amerika Serikat.
Terapi kelompok adalah komponen penting dari pendekatan terpadu, individual
untuk pengobatan penyalahgunaan zat. Selain keuntungan ekonomi dari terapi kelompok,
ada sejumlah faktor kuratif yang terkait dengan kelompok perawatan yang
membantu membedakannya sebagai metode sukses perawatan di penyalahgunaan zat.
Connors, Donovan dan Diclemente (2001) menyarankan bahwa ada setidaknya tujuh
faktor kuratif dalam kelompok perawatan yang berkontribusi terhadap perilaku
mengubah proses. Sejumlah kelompok memiliki fungsi penting dalam perawatan,
penyalahgunaan obat termasuk pendidikan, terapi dan dukungan. Kemampuan yang
diperlukan untuk memimpin berhasil pengobatan kelompok, seperti orang-orang
dalam keluarga terapi, harus dipelajari dan dilakukan di bawah supervisions.
Ukuran tretament kelompok yang ideal adalah antara 6 hingga 10 klien. Dalam
kecanduan, kelompok terapi harus fokus di sini dan sekarang interaksi dan
proses kelompok. Metode kelompok yang berbasis di sejumlah teori dan model, dan
banyak dari apa yang terjadi selama relapse pencegahan dan aftercare adalah
sebuah dicapai dalam kelompok.
3. Terapi konseling
keluarga
Apa yang disebut terapi keluarga di dalam perawatan penyalahgunaan zat biasanya merupakan pendidikan tentang konsep penyakit dan
peran keluarga dalam proses penyakit. Dalam beberapa program, keluarga bertemu
bersama-sama dengan anggota yang menyalahgunakan zat untuk melampiaskan perasaan dan masalah
mereka tentang penggunaan anggota ini. Banyak pecandu alkohol memiliki masalah perkawinan dan keluarga yang luasdan penyesuaian keluarga yang
positif dikaitkan dengan hasil pengobatan alkoholisme lebih lebih bersifat
berbanding lurus.
Masalah pernikahan dan keluarga dapat
merangsang minum berlebihan, dan interaksi keluarga sering membantu menjaga
masalah alkohol setelah mereka telah melakukanya. Akhirnya, bahkan ketika pemulihan dari
masalah alkohol telah dimulai, konflik perkawinan dan keluarga dapat memicu
kembalinya keinginan untuk kembali minum alkohol pada klien.
Ini ada daftar pustakanya ga ya kak?
BalasHapus